Nativisme berasal dari kata Nativus
yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma
(terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan
suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas,
pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran
Nativisme adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup
tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu
ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor linkungan sendiri
dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak.
Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition,
sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak.
Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik
dari kedua orang tua.
Dengan
demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh
individu itu sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat
jahar dari lahir, ia kan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak
memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang
tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi
perkembangan anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang
dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik dan akan
mewarisi sifat dan bakat orangtua. Prinsipnya, pandangan Nativisme
adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak
manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang
bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya
berbeda dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai
pada titik maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada
titik tertentu. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orangtua yang
ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin
melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
Dengan tegas Arthur Schaupenhaur
menyatakan yang jahat akan menjadi jahat dan yang baik akan menjadi
baik. Pandanga ini sebagai lawan dari optimisme yaitu pendidikan
pesimisme memberikan dasar bahwa suatu keberhasilan ditentukan oleh
faktor pendidikan, ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan sekitar
tidak ada, artinya sebab lingkungan itu tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak.
Walaupun dalam kenyataan sehari-hari
sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat
mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu
bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi
masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan
anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas
diri sendiri (jatidiri).
Faktor-Faktor perkembangan manusia dalam teori Nativisme
1.Faktor Genetic.
Adalah factor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu
bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua
orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat
pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.
2.Faktor Kemampuan Anak.
Adalah factor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang
terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.
3.Faktor pertumbuhan Anak.
Adalah factor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di
setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika
pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif, dan
responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali
bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Tujuan-Tujuan Teori Nativisme
Didalam
teori ini menurut G. Leibnitz:Monad “Didalam diri individu manusia
terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam teori Teori Arthur
Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan
pembawaan sejak lahir/bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia
diharapkan:
1.Mampu memunculkan bakat yang dimiliki.
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang
dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya.
Dengan adanya hal ini, memudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang
bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.
2.Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi.
Jadi dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan
inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia
yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam
menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan
manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
3.Mendorong manusia dalam menetukan pilihan.
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap
menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia
tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya
tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalh yang terbaik
untuk dirinya.
4.Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang.
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam
pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri
khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
5.Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki.
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang
dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang
dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya
sehingga bisa llebih optimal.
Aplikasi pada masa sekarang
Faktor
pembawaan bersifat kodrati tidak dapat diubah oleh pengaruh alam
sekitar dan pendidikan (Arthur Schaupenhauer (1788-1860)). Untuk
mendukung teori tersebut di era sekarang banyak dibuka pelatiahn dan
kursus untuk pengembangan bakat sehingga bakat yang dibawa sejak lahir
itu dilatih dan dikembangkan agar setiap individu manusia mampu mengolah
potensi diri. Sehingga potensi yang ada dalam diri manusia tidak
sia-sia kerena tidak dikembangkan, dilatih dan dimunculkan.
Tetapi
pelatihan yang diselenggarakan itu didominasi oleh orang-orang yang
memang mengetahui bakat yang dimiliki, sehingga pada pengenalan bakat
dan minat pada usia dini sedikit mendapat paksaan dari orang tua dan hal
itu menyebabkan bakat dan kemampuan anak cenderung tertutup bahkan
hilang karena sikap otoriter orangtua yang tidak mempertimbangkan bakat,
kemampuan dan minat anak.
Lembaga pelatihan ini dibuat agar
menjadi suatu wadah untuk menampung suatu bakat agar kemampuan yang
dimiliki oleh anak dapat tersalurkan dan berkembang denag baik sehingga
hasil yang dicapai dapat maksimal.
Tanpa disadari di lembaga
pendidikan pun juga dibuka kegiatan-kegiatn yang bisa mengembangkan dan
menyalurkan bakat anak diluar kegiatan akademik. Sehingga selain anak
mendapat ilmu pengetahuan didalam kelas, tetapi jug bisa mengembangkan
bakat yang dimilikinya.
No comments:
Post a Comment