Banyak kalangan yang belum puas dengan kualitas pendidikan di negara
kita. Tentunya kita tidak jarang mendengarkan ungkapan-ungkapan seperti:
“pendidikan negara kita belum berkualitas”, “pendidikan di Indonesia
telah tertinggal jauh dari negara-negara lain”, “kapan kita akan maju
kalau pendidikan kita berjalan di tempat”, dan lain sebagainya.
Para
ahli pendidikan telah sepakat bahwa suatu sistem pendidikan dapat
dikatakan berkualitas, apabila proses kegiatan belajar-mengajar berjalan
secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar
sebanyak dan sebaik mungkin melalu proses belajar yang berkelanjutan.
Proses pendidikan yang bermutu akan menghasilkan hasli yang bermutu
serta relevan dengan perkembangan zaman. Agar terwujud sebuah pendidikan
yang bermutu dan efisien, maka perlu disusun dan dilaksanakan
program-program pendidiakn yang mampu membelajarkan peserta didik secara
berkelanjutan, karena dengan mutu pedidikan yang optimal, diharapkan
akan menghasilkan keungugulan smber daya manusia yang dapat menguasai
pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang terus berkembang secara pesat.
Untuk
dapat mencapai sebuah pendidikan yang berkualitas diperlukan manajemen
pedidikan yang mampu memobilisasi segala sumber daya pendidikan. Di
antaranya adalah manajemen peserta didik yang isinya merupakan
pengelolaan dan juga pelaksanaannya. Masih banyak kita temukan
fakta-fakta di lapangan sistem pengelolaan anak didik yang masih
mengunakan cara-cara konvensional dan lebih menekankan pengembangan
kecerdasan dalam arti yang sempit dan tentunya kurang mmberi perhatian
kepada pengembangan bakat kreatif peserta didik. Padahal Kreativitas
disamping bermanfaat untuk pengembangan diri anak didik juga merupakan
kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling
tinggi bagi manusia. Kreativitas adalah proses merasakan dan mengamati
adanya masalah, membuat dugaan tentang kekurangan, menilai dan meguji
dugaan atau hipotesis, kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai
pada akhirnya menyampaikan hasilnya. Dengan adanya kreativitas yang
diimplementasiakan dalam sistem pembelajaran, peserta didik nantinya
diharapkan dapat menemukan ide-ide yang berbeda dalam memecahkan masalah
yang dihadapi sehingga ide-ide kaya yang progresif dan divergen pada
nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.
Perubahan
kualitas yang seimbang baik fisik maupun mental merupakan idikasi dari
perkambangan anak didik yang baik. Tidak ada satu aspek perkambangan
dalam diri anak didik yang dinilai lebih penting dari yang lainnya. Oleh
itu tidaklah salah bila teori kecerdasan majmuk yang diutarakan oleh
Gardner dinilai dapat memenuhi kecenderungan perkambangan anak didik
yang bervariasi.
Maka
penyelenggaraan pendidikan saat ini harus diupayakan untuk memberikan
pelayanan khusus kepada peserta didik yang mempunyai kreativitas dan
juga keberbakatan yang berbeda agar tujuan pendidikan dapat diarahkan
menjadi lebih baik.
Muhibbin Syah
menjelaskan bahwa akar kata dari pendidikan adalah "didik" atau
"mendidik" yang secara harfiah diartikan memelihara dan memberi latihan.
Sedangkan "pendidikan", merupakan tahapan-tahapan kegiatan mengubah
sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang melalui upaya
pelatihan dan pengajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan tidak
dapat lepas dari pengajaran. Kegiatan dari pengajaran ini melibatkan
peserta didik sebagai penerima bahan ajar dengan maksud akhir dari semua
hal ini sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang no. 20 tentang
sisdiknas tahun 2003; agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam
pdidikan, peserta didik merupakan titik fokus yang strategis karena
kepadanyalah bahan ajar melalu sebuah proses pengajaran diberikan. Dan
sudah mafhum bahwa peserta didik memiliki kekurangan dan kelebihannya
masing-masing, mereka unik dengan seluruh potensi dan kapasitas yang ada
pada diri mereka dan keunikan ini tidak dapat diseragamkan dengan satu
aturan yang sama antara pesrta didik yang satu dengan peserta didik yang
lain. Para pendidik dan lembaga pendidikan harus menghargai perbedaan
yang ada pada mereka. Keunikan yang terjadi pada peserta didik memang
menimbulkan satu permasalahan tersendiri yang harus diketahui dan
dipecahkan sehingga pengelolaan murid (peserta didik) dalam satu
kerangka kerja yang terpadu mutlak diperhatikan, terutama pertimbangan
pada pengembangan kreativitas, hal ini harus menjadi titik perhatian
karena sistem pendidikan memang masih diakui lebih menekankan
pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberikan
perhatian kepada pengembangan kreatif peserta didik. Hal ini terjadi
dari konsep kreativitas yang masih kurang dipahami secara holistic, juga
filsafat pendidikan yang sejak zaman penjajahan bermazhabkan azas
tunggal seragam dan berorientasi pada kepentingan-kepentingan, sehingga
pada akhirnya berdampak pada cara mengasuh, mendidik dan mengelola
pembelajaran peserta didik.
Kebutuhan
akan kreativitas tampak dan dirasakan pada semua kegiatan manusia.
Perkembangan akhir dari kreativitas akan terkait dengan empat aspek,
yaitu: aspek pribadi, pendorong, proses dan produk. Kreativitas akan
muncul dari interaksi yang unik dengan lingkungannya.Kreativitas adalah
proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang
kekurangan (masalah) ini, menilai dan mengujinya. Proses kreativitas
dalam perwujudannya memerlukan dorongan (motivasi intristik) maupun
dorongan eksternal. Motivasi intrinstik ini adalah intelegensi, memang
secara historis kretivitas dan keberbakatan diartikan sebagai mempunyai
intelegensi yang tinggi, dan tes intellejensi tradisional merupakan ciri
utama untuk mengidentifikasikan anak berbakat intelektual tetapi pada
akhirnya hal inipun menjadi masalah karena apabila kreativitas dan
keberbakatan dilihat dari perspektif intelejensi berbagai talenta khusus
yang ada pada peserta didik kurang diperhatikan yang akhirnya
melestarikan dan mengembang biakkan Pendidikan Tradisional Konvensional
yang berorientasi dan sangat menghargai kecerdasan linguistik dan logika
matematik. Padahal, Teori psikologi pendidikan terbaru yang
menghasilkan revolusi paradigma pemikiran tentang konsep kecerdasan
diajukan oleh Prof. Gardner yang mengidentifikasikan bahwa dalam diri
setiap anak apabila dirinya terlahir dengan otak yang normal dalam arti
tidak ada kerusakan pada susunan syarafnya, maka setidaknya terdapat
delapan macam kecerdasan yang dimiliki oleh mereka.
Undang-undang
No.20 tentang sistem pendidikan nasional 2003, perundangan itu berbunyi
" warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus". Baik
secara tersurat ataupun tersirat UU No.20 tersebut telah mengamanatkan
untuk adanya pengelolaan pelayanan khusu bagi anak-anak yang memiliki
bakat dan kreativitas yang tinggi.
Pengertian
dari pendidikan khusus disini merupakan penyelenggaraan pendidikan
untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki
kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan-pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Pada akhirnya memang diperlukan adanya suatu usaha rasional
dalam mengatur persoalan-persoalan yang timbul dari peserta didik karena
itu adanya suatu manajemen peserta didik merupakan hal yang sangat
penting untuk diperhatikan.
Siswa
berbakat di dalam kelas mungkin sudah menguasai materi pokok bahasan
sebelum diberikan. Mereka memiliki kemampuan untuk belajar keterampilan
dan konsep pembelajaran yang lebih maju. Untuk menunjang kemajuan
peserta didik diperlukan modifikasi kurikulum. Kurikulum secara umum
mencakup semua pengalaman yang diperoleh peserta didik di sekolah, di
rumah, dan di dalam masyarakat dan yang membantunya mewujudkan
potensi-potensi dirinya. Jika kurikulum umum bertujuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan pendidikan pada umumnya, maka saat ini haruslah
diupayakan penyelenggaraan kurikulum yang berdiferensi untuk memberikan
pelayanan terhadap perbedaan dalam minat dan kemampuan peserta didik.
Dalam melakukan kurikulum yang berbeda terhadap peserta didik yang
mempunyai potensi keberbakatan yang tinggi, guru dapat merencanakan dan
menyiapkan materi yang lebih kompleks, menyiapkan bahan ajar yang
berbeda, atau mencari penempatan alternatif bagi siswa. Sehingga setiap
peserta didik dapat belajar menurut kecepatannya sendiri.
Dalam
paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang kreativitas, cukup
banyak orangtua dan guru yang mempunyai pandangan bahwa kreativitas itu
memerlukan iklim keterbukaan dan kebebasan, sehingga menimbulkan konflik
dalam pembelajaran atau pengelolaan pendidikan, karena bertentangan
dengan disiplin. Cara pandang ini sangatlah tidak tepat. Kreativitas
justru menuntut disiplin agar dapat diwujudkan menjadi produk yang nyata
dan bermakna. Displin disini terdiri dari disiplin dalam suatu bidang
ilmu tertentu karena bagaimanapun kreativitas seseorang selalu terkait
dengan bidang atau domain tertentu, dan kreativitas juga menuntut sikap
disiplin internal untuk tidak hanya mempunyai gagasan tetapi juga dapat
sampai pada tahap mengembangkan dan memperinci suatu gagasan atau
tanggungjawab sampai tuntas.
Suatu
yang tidak terbantahkan jika masa depan membutuhkan generasi yang
memiliki kemampuan menghadapi tantangan dan perubahan yang terjadi dalam
era yang semakin mengglobal. Tetapi penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia saat ini belum mempersiapkan para peserta didik dengan
kemampuan berpikir dan sikap kreatif yang sangat menentukan keberhasilan
mereka dalam memecahkan masalah.
Kebutuhan
akan kreativitas dalam penyelenggaraan pendidikan dewasa ini dirasakan
merupakan kebutuhan setiap peserta didik. Dalam masa pembangunan dan era
yang semakin mengglobal dan penuh persaingan ini setiap individu
dituntut untuk mempersiapkan mentalnya agar mampu menghadapi
tantangan-tantangan masa depan. Oleh karena itu, pengembangan potensi
kreatif yang pada dasarnya ada pada setiap manusia terlebih pada mereka
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu dimulai sejak
usia dini, Baik itu untuk perwujudan diri secara pribadi maupun untuk
kelangsungan kemajuan bangsa.
Dalam
pengembangan bakat dan kreativitas haruslah bertolak dari karakteristik
keberbakatan dan juga kreativitas yang perlu dioptimalkan pada peserta
didik yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi
internal ditumbuhkan dengan memperhatikan bakat dan kreativitas individu
serta menciptakan iklim yang menjamin kebebasan psikologis untuk
ungkapan kreatif peserta didik di lingkungan rumah, sekolah, dan
masyarakat.
Merupakan suatu
tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia untuk dapat
membina serta mengembangkan secara optimal bakat, minat, dan kemampuan
setiap peserta didik sehingga dapat mewujudkan potensi diri sepenuhnya
agar nantinya dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi pembangunan
masyarakat dan negara. Teknik kreatif ataupun taksonomi belajar pada
saat ini haruslah berfokus pada pengembangan bakat dan kreativitas yang
diterapkan secara terpadu dan berkesinambungan pada semua mata pelajaran
sesuai dengan konsep kurikulum berdiferensi untuk siswa berbakat.
Dengan demikian diharapkan nantinya akan dihasilkan produk-produk dari
kreativitas itu sendiri dalam bidang sains, teknologi, olahraga, seni
dan budaya. Amin
No comments:
Post a Comment