Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah orang
lain akan menerima atau menolak, bagaimana mereka ingin orang lain
mengetahui tentang mereka akan ditentukan oleh bagaimana individu dalam
mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri (self-disclosure)
adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi
perasaan dan informasi dengan orang lain (Wrightsman, 1987).
Menurut
Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan kegiatan
membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi
di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif.
Deskniptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri
sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis
pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu
mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang
disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci.
Pengungkapan
diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap,
perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam
diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang
tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika
orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman
serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk
lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang
tertentu yang dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya
(Devito, 1992).
Dalam proses
pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki
kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang
menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung
memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya mengharapkan orang lain
memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka (Raven & Rubin,
1983).
“Seseorang yang
mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada yang kita
lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita akan lebih senang
mengakhiri hubungan semacam ini. Bila sebaliknya kita yang mengungkapkan
diri terlalu akrab dibandingkan orang lain, kita akan merasa bodoh dan
tidak aman” (Sears, dkk., 1988).
Kebudayaan
juga memiliki pengaruh dalam pengungkapan diri seseorang. Tiap-tiap
bangsa dengan corak budaya masing-masing memberikan batas tertentu
sampai sejauh mana individu pantas atau tidak pantas mengungkapkan diri.
Kurt Lewin (dalam Raven & Rubin, 1983) dari hasil peneitiannya
menemukan bahwa orang-orang Amerika nampaknya lebih mudah terbuka
daripada orang-orang Jerman, tetapi keterbukaan ini hanya terbatas pada
hal-hal permukaan saja dan sangat enggan untuk membuka rahasia yang
menyangkut pribadi mereka. Di lain pihak, orang Jerman pada awalnya
lebih sulit untuk mengungkapkan diri meskipun untuk hal-hal yang
bersifat permukaan, namun jika sudah menaruh kepercayaan, maka mereka
tidak enggan untuk membuka rahasia pribadi mereka yang paling dalam.
Tingkatan-tingkatan pengungkapan diri
Dalam
proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda
dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Supratikna, 1995)
tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu:
a.
Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau
dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, terapi tidak
terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomuniikasi
basa-basi sekedar kesopanan.
b.
Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah
tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya. Walaupun pada
tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini
individu tidak mengungkapkan diri.
c.
Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang
erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d.
Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang
sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat
setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan
pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas
hubungan yang jujur, terbuka dan menyarankan perasaan-perasaan yang
mendalam.
e. Hubungan puncak:
pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang
menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami
individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah
berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
Sementara
Alman dan Taylor mengemukakan suatu model perkembangan hubungan dengan
pengungkapan diri sebagai media utamanya. Proses untuk mencapai
keakraban hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial
. Penetrasi sosial ini terjadi dalam dua dimensi utama yaitu keluasan
dan kedalaman. Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat
berkomunikasi dengan siapa saja baik orang asing atau dengan teman
dekat. Sedangkan dimensi kedalaman dimana seseorang berkomunikasi dengan
orang dekat, yang diawali dan perkembangan hubungan yang dangkal sampai
hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersifat
pribadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan dengan orang
asing pengungkapan diri sedikit mendalam dan rentang sempit (topik
pembicaraan sedikit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri
lebih mendalam dan rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman
dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya
terluas (topik pembicaraan semakin banyak) (Sears, dkk. , 1999).
Fungsi pengungkapan diri.
Menurut Derlega dan Grzelak (dalam Sears, dkk., 1988) ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu :
a. Ekspresi (expression)
Dalam
kehidupan ini kadang-kadang manusia mengalami suatu kekecewaan atau
kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya.
Untuk membuang semua kekesalan ini biasanya akan merasa senang bila
bercerita pada seorang teman yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan
diri semacam ini manusia mendapat kesempatan untuk mengekspresikan
perasaan kita.
b. Penjernihan diri (self-clarification)
Dengan
saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang sedang
dihadapi kepada orang lain, manusia berharap agar dapat memperoleh
penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang dihadapi sehingga
pikiran akan menjadi lebih jernih dan dapat melihat duduk persoalannya
dengan lebih baik.
c. Keabsahan sosial (sosial validation)
Setelah
selesai membicarakan masalah yang sedang dihadapi, biasanya pendengar
akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan tersebut Sehingga dengan
demikian, akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat tentang
kebenaran akan pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau
sebaliknya.
d. Kendali sosial (social control)
Seseorang
dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang keadaan
dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya orang
akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang
dirinya.
e. Perkembangan hubungan (relationship development).
Saling
berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta
saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha
merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat
keakraban.
Pedoman dalam Pengungkapan Diri
Pengungkapan
diri kadang-kadang menimbulkan bahaya, seperti resiko adanya penolakan
atau dicemooh orang lain, bahkan dapat menimbulkan kerugian material.
Untuk itu, kita harus mempelajari secara cermat
konsekuensi-konsekuensinya sebelum memutuskan untuk melakukan
pengungkapan diri. Menurut Devito (1992) hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pengungkapan diri adalah sebagai berikut:
a. Motivasi melakukan pengungkapan diri
Pengungkapan
diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap hubungan
dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri tidak hanya
bersangkutan dengan diri kita saja tetapi juga bersangkutan dengan orang
lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai
perasaan orang lain.
b. Kesesuaian dalam pengungkapan diri.
Dalam
melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan keadaan
lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu dan tempat
yang tepat. Misalnya bila kita ingin mengungkapkan sesuatu pada orang
lain maka kita haruslah bisa melihat apakah waktu dan tempatnya sudah
tepat.
c. Timbal balik dan orang lain.
Selama
melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan untuk
melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita tidak
melakukan pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa orang,
tersebut tidak menyukai keterbukaan yang kita lakukan.
No comments:
Post a Comment